Kamis, Juni 05, 2008

SAKIT HATI

Selalu aja keajadian berulang. Dan baru disadari setelahnya. Jadi bikin rasa sakit dan penyesalan yang lebih.

Setiap kali pulang ke rumah ibuku, terkadang kita belanja untuk keperluan sehari-hariku di Bandung. Entah itu toileters, krim muka dan kawan-kawannya, ataupun makanan. Menghabiskan uang yang rada gede. Tapi ibuku yang bayar.

Ketika aku masuk ke supermarket, tak membawa pikiran apa-apa selain ingin membeli hal-hal yang kubutuhkan dan kuinginkan. Dengan enaknya, dengan riangnya, aku memasukan barang satu persatu ke dalam keranjang. Bayar di kasir. Selesai.

Tapi apa yang kualami setelahnya tidak semenyenangkan sebelumnya. Saat keluar dari supermarket dengan kedua tangan penuh tas belanjaan, aku sakit hati. Sejak langkah pertama keluar dari sana, aku melihat hal-hal yang tak kuperhatikan sebelumnya. Ibu-ibu pengemis dengan uang recehan di gelasnya, para pedagang asongan yang gak laku-laku, tukang becak yang berharap semakin banyak yang menggunakan jasanya, pedagang kaki lima nunggu pembeli, tukang parkir, dan anak-anak kecil yang menyodorkan tangan minta uang. Aku Sakit Hati.

Berjalan diantara orang-orang itu, aku malu. Dengan belanjaan seharga uang makan yang mungkin bisa mereka gunakan selama sebulan. Dan, setiap langkah kali aku lewatkan dengan rasa sakit hati yang semakin melebih.

Roti, biskuit, buah-buahan dan cokelat, semua buat mulutku sendiri. Tapi orang-orang itu sedang berkeras untuk memenuhi mulut keluarganya. Tak bisakah aku membeli yang benar-benar mendesak dan paling kubutuhkan saja? Ketika di dalam supermarket sana, semua yang kulihat serasa kubutuhkan. Dan sialnya, saat berbelanja tak kuingat sedikitpun orang-orang yang di luar sana.

Aku bersyukur bahwa masih bisa dicukupi kebutuhannya. Tapi rasa ini selalu secepat kilat dikalahkan oleh rasa sakit hati dan penyesalan yang melebih.

Tapi aku tak ubahnya seperti keledai. Tengoklah, beberapa pekan kemudian aku akan melangkah ke supermarket yang sama. Dan lagi-lagi merasakan sakit hati yang semakin melebih.

Dimana empatiku? Rasanya jadi lebih sakit hati, menyadari kalau aku selalu lupa untuk berempati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what's ur comment?