Senin, Mei 30, 2011

Day #10 : Sometimes, harus memilih

Suatu hari, sahabatku yang sudah berkalang tanah itu, pernah berkata :
"Mi, emang alus sih nya kamu sok berada di tengah-tengah, netral kitu. Tapi tetep, nu ngarana hirup suatu saat urang kudu milih rek aya di posisi mana. Rek kiri, rek kanan. Teu bisa saterusna di tengah-tengah. Misalkan aing, kan geus memilih jalan kiri, hahahahaha!"

Terjemah:
"Mi, emang bagus sih kamu suka berada di tengah-tengah, netral begitu. Tapi tetap, yang namanya hidup suatu saat kita harus memilih mau berada di posisi mana. Mau kiri, mau kanan. Gak bisa selamanya di tengah-tengah. Misalnya gue, kan udah memilih jalan kiri, hahahahaha!"

Sepengamatan dia, aku memang selalu berada di posisi tengah-tengah. Aku berpenampilan seperti "akhwat" -katanya-, tapi aku tidak masuk ke organisasi aktivis dakwah manapun. Kesannya, aku tidak ke kanan-kanan an. Dan meski penampilanku seperti tadi itu, tapi -katanya lagi- aku tidak alergi atau anti dengan kegiatan atau pemikiran orang-orang yang mengaku kiri. Ke kiri-kiri an pun, aku tentu tidak. Jadi, aku tidak fanatik dengan salah satu, pun tidak resisten dengan salah satu.

Lantas ku pikir, apa salahnya? Karena dulu rasanya aku pernah membaca hadist yang menyuruh kita untuk tidak terlalu fanatik akan sesuatu. Tapi memang, pandangan fanatik bagi setiap orang berbeda-beda. Mungkin ketika seseorang di anggap fanatik oleh orang lain, tapi dirinya sendiri menganggap hal tersebut masih wajar-wajar saja.

Dan sahabatku itu bilang, kalau nanti ada konflik antara kiri dan kanan, apa aku akan tetap di tengah-tengah? Jadi menurut dia, suatu hari nanti aku memang harus menentukan sikap, mau memilih yang mana.

Ah, aku selalu pusing dengan semua dikotomi itu. Kenapa harus ada kanan-kiri, barat-timur, dan bla--bla..bla.. lainnya.

kemarin-kemarin, ketika ngobrol dengan tukang buku bekas yang di gegerkalong, dia pun melontarkan opini yang mirip. "Kamu mah orang nya petualang ya. Semua nya di masukin. jadi kamu mah mengambil yang baik-baik nya aja dari semua."

Mungkin dia mendasarkan pendapatnya itu dari buku-buku yang kadang ku beli atau ku pinjam dari kios nya. Aku istilahnya tidak pilih-pilih buku. Membaca buku tentang agama Islam yang bisa menguatkan iman, ataupun buku-buku sosial, filsafat,dll yang kira-kira bisa memperkaya cakrawala pemikiran ku, kenapa tidak?

Apa seseorang yang beriman atau yang kuat imannya tidak boleh membaca tentang filsafat atau hal-hal berbau sosialis? (mungkin takut nya jadi sesat gitu?), atau seorang filsuf maupun seorang sosialis tulen tidak boleh mejadi sosok yang beriman?

Lantas kupikir, apa salah nya aku mengambil pelajaran-pelajaran baik dari hal-hal yang ku pelajari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what's ur comment?