Kamis, Desember 06, 2007

Memahami Komunikasi Total

Istilah komunikasi total (komtal) mungkin familiar bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia Pendidikan Khusus/ Pendidikan Luar Biasa, terutama yang mengambil spesialisasi B atau tunarungu. Komtal adalah sebuah metode berkomunikasi yang dipakai untuk anak tunarungu.


Secara umum, ada, ada tiga metode komunikasi yang dikenal dalam pendidikan anak tunarungu. Pertama adalah bahasa isyarat yang menggunakan gerakan-gerakan tangan tertentu ataupun bahasa tubuh. Bahasa isyarat sendiri dikenal menjadi dua jenis yaitu SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dan isyarat lokal, keduanya diibaratkan seperti bahasa Indonesia sesuai EYD dan bahasa Indonesia yang berkembang di kalangan atau komunitas tertentu sesuai dengan kebutuhan untuk berkomunikasi (seperti bahasa gaul). Yang kedua adalah oral, metode ini menuntut anak tunarungu untuk dapat berbicara dengan artikulasi yang cukup jelas dan dapat dimengerti oleh lawan bicara juga menuntut agar bisa membaca bahasa bibir. Ketiga adalah komunikasi total, intinya menggunakan/ menggabungkan berbagai metode ataupun media apapun yang bisa digunakan, yang penting anak dapat berkomunikasi dan memahaminya.


Pada minggu-minggu kemarin ketika mahasiswa PLB spesialisasi tunarungu melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah berasrama khusus untuk tunarungu di daerah Wonosobo, didapatkan pemahaman baru. Sekolah-sekolah ini tetap keukeuh menggunakan metode oral dalam pembelajaran bahasa kepada anak-anak didiknya. Padahal kalau secara resmi, sekolah2 untuk tunarungu dianjurkan memakai metode komunikasi total yang telah dirumuskan oleh para akademisi di Dinas Pendidikan.


Untuk metode oral, sekolah-sekolah ini menggunakan MMR (Metode Maternal Reflektif) yang mengandalkan percakapan dengan materi yang bersifat konkrit yang berasal dari pengalaman. Agar anak memiliki keterampilan bercakap-cakap. Singkatnya, metode oral ini mengatakan kepada anak “Kamu harus bisa ngomong!”. Dan ternyata kebanyakan dari anak-anak di sekolah ini, ucapannya dapat kita pahami dan mereka pun mengerti apa yang kita ucapkan. Kemampuan berbicaranya rata-rata lebih baik dari anak tunarungu yang kutemui selama ini di Bandung.


Nah, tentang komtal yang kupahami selama ini (bahkan oleh yang mengajarkan tentang komtal itu sendiri) adalah bahwa ketika sudah ada komtal, maka untuk oral tidak terlalu harus diperhatikan. Karena toh tersedia banyak cara untuk memahamkan sebuah informasi kepada anak. Dan ketika anak tidak terlalu jelas untuk berbicarapun, dia masih bisa mengandalkan isyarat ataupun paling banter langsung menuliskan di atas kertas apa yang ingin dikatakan.


Pemahaman itulah yang kurang tepat. Karena sudah ada komtal, bukan berarti kemampuan bicara tidak perlu dikembangkan lagi. Kemampuan berbicara tetaplah sebuah modalitas yang sangat tidak boleh diabaikan. Karena setelah keluar dari sekolah, anak-anak tersebut diharapkan dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat, yang notabene bisa mendengar dan berbicara. Tentu saja mereka harus bisa melakukan komunikasi dengan cara yang telah biasa digunakan oleh masyarakat, yaitu berbicara. Bahasa isyarat mungkin efektif digunakan di kalangan tunarungu sendiri, tapi belum tentu masyarakat umum memahami bahasa isyarat dan mau mempelajarinya. Scara para mahasiswa, guru dan dosen spesialisasi tunarungu pun belum tentu menguasai bahasa isyarat.

1 komentar:

  1. trima kasih postingannya.. ini sangat bermanfaat

    pengetahuan sy tentang komtal ini masih sangat minim. apalagi soal MMR. mungkin bisa di sharing..

    BalasHapus

what's ur comment?